Dalam KUH Perdata tidak diatur secara
khusus tentang berakhirnya kontrak, tetapi yang diatur dalam Bab IV Buku III
KUH Perdata hanya hapusnya perikatan-perikatan. Walaupun demikian, ketentuan
tentang hapusnya perikatan tersebut juga merupakan ketentuan tentang hapusnya
kontrak karena perikatan yang dimaksud dalam Bab IV Buku III KUH Perdata
tersebut adalah perikatan pada umumnya baik itu lahir dari kontrak maupun yang
lahir dari perbuatan melanggar hukum[1]
Berdasarkan Pasal 1381 KUH Perdata
hapusnya perikatan karena sebagai berikut:[2]
1)
Pembayaran
Pembayaran yang dimaksud pada bagian ini
berbeda dari istiah pembayaran yang dipergunakan dalam percakapan sehari hari
karena pembayaran dalam pengertian sehari-hari harus dilakukan dengan
menyerahkan uang sedangkan menyerahkan barang selain uang tidak disebut sebagai
pembayaran, tetapi pada bagian ini yang dimaksud dengan pembayaran adalah
segala bentuk pemenuhan prestasi.
2) Penawaran
Pembayaran Tunai Diikuti dengan
Penyimpanan atau Penitipan
Penyimpanan atau Penitipan
Apabila seorang kreditor menolak
pembayaran yang dilakukan oleh debitor, debitor dapat melakukan penawaran
pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditor masih menolah, debitor dapat
menitipkan uang atau barangnya di pengadilan. Penawaran pembayaran yang diikuti
dengan penitipan uang atau barang di pengadilan, membebaskan debitor dan
berlaku baginya sebagai pembayaran asal penawaran itu dilakukan berdasarkan
undang-undang dan apa yang dititipkan itu merupakan atas tanggungan si
kreditor.
3) Pembaruan
Utang
Pembaruan utang pada dasarnya merupakan
penggantian objek atau subjek kontrak lama dengan objek atau subjek kontrak
yang baru.
Macam-macam Pembaruan Utang:
a)
Penggantian
Objek Kontrak
b)
Penggantian
Debitor
c)
Penggantian
Kreditor
Seperti halnya kontrak pada umumnya,
maka pembaruan utang ini juga hanya dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang
cakap menurut hukum untuk melakukan kontrak dan pembaruan ini harus tegas
ternyata dari perbuatannya dan tidak boleh terjadi hanya dengan persangkaan.
4) Perjumpaan
Utang atau Kompensasi
Perjumpaan utang atau kompensasi ini
terjadi jika antara dua pihak saling berutang antara satu dan yang lain
sehingga apabila utang tersebut masing-masing diperhitungkan dan sama nilainya,
kedua belah pihak akan bebas dari utangnya. Perjumpaan utang ini secara hukum
walaupun hal itu tidak diketahui oleh si debitor. Perjumpaan ini hanya dapat
terjadi jika utang tersebut berupa uang atau barang habis karena pemakaian yang
sama jenisnya serta dapat ditetapkan dan jatuh tempo. Walaupun telah disebutkan
bahwa utang tersebut harus sudah jatuh tempo untuk dapat dijumpakan, namun
dalam hal terjadi penundaan pembayaran, tetap saja dapat dilakukan perjumpaan
utang.
5) Percampuran
Utang
Apabila kedudukan kreditor dan debitor
berkumpul pada satu orang, utang tersebut hapus demi hukum. Dengan demikian,
percampuran utang tersebut juga dengan sendirinya menghapuskan tanggung jawab
penanggung utang. Namun sebaliknya, apabila percampuran utang terjadi pada
penanggung utang, tidak dengan sendirinya menghapuskan utang pokok. Demikian
pula percampuran utang terhadap salah seorang piutang tanggung menanggung
tersebut tidak dengan sendirinya menghapuskan utang kawan-kawan berutangnya.
6) Pembebasan
Utang
Pembebasan utang bagi kreditor tidak
dapat dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan karena jangan sampai utang
tersebut sudah cukup lama tidak ditagih, debitor menyangka bahwa terjadi
pembebasan utang. Hanya saja pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara
sukarela oleh kreditor. Maka, hal itu merupakan suatu bukti tentang pembebasan
utangnya bahkan terhadap orang lain yang turut berutang secara tanggung
menanggung.
Pengembalian surat tanda piutang asli
yang dilakukan secara sukarela berbeda dari pengembalian barang gadai oleh
kreditor kepada debitor karena pengembalian barang gadai tidak dengan
sendirinya berarti pembebasan utang, tetapi hanya pembebasan dari jaminan
gadai, jadi utangnya tetap ada namun sudah tidak dijamin dengan gadai.
Jika ada perjanjian membebaskan utang untuk
kepentingan salah seorang debitor secara tanggung-menanggung berarti
membebaskan juga debitor lainnya, kecuali kalau si kreditor secara tegas
menyatakan ingin mempertahankan piutangnya terhadap orang-orang berutang
lainnya yang tidak dibebaskan. Namun demikian, tagihan tersebut terlebih dulu
dikurangi dengan bagian debitor yang telah dibebaskan.
Sementara itu, dalam hal seorang debitor
ditanggung oleh seorang penanggung, maka apabila si kreditor membebaskan si
debitor, berarti pula membebaskan si penanggung utang, utang tidak berarti
bahwa si debitor juga dibebaskan dari utangnya. Demikian pula pembebasan
seorang penanggung utang tidak dengan sendirinya membebaskan
penanggung-penanggung utang lainnya.
Hal itu berarti bahwa apabila kreditor
telah membebaskan penanggung utang, hal itu berarti bahwa si kreditor merelakan
piutangnya kepada debitor sebagai utang yang tidak ditanggung oleh penanggung.
Apabila utang debitor ditanggung oleh beberapa penanggung, pembayaran salah
seorang penanggung untuk melunasi bagian yang ditanggungya harus dianggap
sebagai pembayaran utang si debitor dan juga berlaku bagi penanggung utang
lainnya.
7) Musnahnya
Barang yang Terutang
Jika suatu barang tertentu yang
dijadikan objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau
hilang, hapuslah perikatannya, kecuali kalau hal tersebut terjadi karena
kesalahan debitor atau debitor telah lalai menyerahkan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Walaupun debitor lalai menyerahkan objek perjanjian tersebut,
asal tidak menanggung kejadian-kejadian tidak terduga tetap juga dapat
dibebaskan, jika barang tersebut akan tetap musnah dengan cara yang sama di
tangan kreditor seandainya objek perjanjian tersebut diserahkan tepat waktu.
8) Kebatalan atau
Pembatalan
Kebatalan atau batal demi hukum suatu
kontrak terjadi jika perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat objektif dari
syarat
sahnya kontrak yaitu “suatu hal tertentu” dan “sebab yang halal”. Jadi kalau kontrak itu objeknya tidak jelas atau bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum atau kesusilaan, kontrak tersebut batal demi hukum. Pembatalan kontrak sangat terkait dengan pihak yang melakukan kontrak, dalam arti apabila pihak yang melakukan kontrak tersebut tidak cakap menurut hukum, baik itu karena belum cukup umur 21 tahun atau karena di bawah pengampuan, kontrak tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang tidak cakap tersebut apakah diwakili oleh wali atau pengampunya atau setelah dia sudah berumur 21 tahun atau sudah tidak dibawah pengampuan.
sahnya kontrak yaitu “suatu hal tertentu” dan “sebab yang halal”. Jadi kalau kontrak itu objeknya tidak jelas atau bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum atau kesusilaan, kontrak tersebut batal demi hukum. Pembatalan kontrak sangat terkait dengan pihak yang melakukan kontrak, dalam arti apabila pihak yang melakukan kontrak tersebut tidak cakap menurut hukum, baik itu karena belum cukup umur 21 tahun atau karena di bawah pengampuan, kontrak tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang tidak cakap tersebut apakah diwakili oleh wali atau pengampunya atau setelah dia sudah berumur 21 tahun atau sudah tidak dibawah pengampuan.
9) Berlakunya
Syarat Batal
Hapusnya perikatan yang diakibatkan oleh
berlakunya syarat batal terjadi jika kontrak yang dibuat oleh para pihak adalah
kontrak dengan syarat batal, dan apabila syarat itu terpenuhi, maka kontrak
dengan sendirinya batal yang berarti mengakibatkan hapusnya kontrak tersebut.
Hal ini berbeda dari kontrak dengan syarat tangguh, karena apabila syarat
terpenuhi pada kontrak dengan syarat tangguh, maka kontraknya bukan batal
melainkan tidak lahir.
10) Kedaluwarsa
Kedaluwarsa atau lewat waktu juga dapat
mengakibatkan hapusnya kontrak antara para pihak. Hal ini diatur dalam KUH
Perdata, Pasal 1967 dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar