Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, walaupun
dikatakan bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan mengenai hal
pokok dalam kontrak tersebut, namun masih ada hal lain yang harus diperhatikan,
yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana diatur, yaitu:[1]
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Keempat syarat tersebut
biasa juga disingkat dengan sepakat, cakap, hal tertentu, dan sebab yang halal.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut di atas akan diuraikan
lebih lanjut sebagai berikut:
1) Kesepakatan
Kesepakatan yang dimaksudkan dalam pasal ini adalah persesuaian
kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan.
Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun
secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian
dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi
bahkan hanya dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang
tidak secara lisan.[2]
2) Kecakapan
Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan
hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau
telah menikah, walaupun usianya belum mencapai 21 tahun. Khusus untuk orang
yang menikah sebelum usia 21 tahun tersebut, tetap dianggap cakap walaupun dia
bercerai sebelum mencapai 21 tahun. Jadi janda atau duda tetap dianggap cakap
walaupun usianya belum mencapai 21 tahun.
Walaupun ukuran kecakapan didasarkan pada usia 21 tahun atau sudah
menikah, tidak semua orang yang mencapai usia 21 tahun dan telah menikah secara
otomatis dapat dikatakan cakap menurut hukum karena ada kemungkinan orang yang
telah mencapai usia 21 tahun atau sudah menikah, tetapi tetap dianggap tidak
cakap karena berada di bawah pengampuan, misalnya karena gila, atau bahkan
karena boros.[4]
3)
Hal
Tertentu
Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya
perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas.
Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan objek yang
tertentu. Jadi tidak bisa seseorang menjual “sesuatu” (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata sesuatu itu tidak menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu. [5]
tertentu. Jadi tidak bisa seseorang menjual “sesuatu” (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata sesuatu itu tidak menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu. [5]
4)
Sebab
yang Halal
Syarat ini mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan
syarat tentang isi perjanjian. Kata halal disini bukan dengan maksud untuk
memperlawankan dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan
disini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan
undang undang kesusilaan dan ketertiban umum. [6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar